Halaman

Jumat, 28 Januari 2011

M. HABIE WIRACHMAN ( 224307079 )

6 buah prosedur yang secara spesifik disyaratkan dalam
klausul-klausul ISO, yaitu :
1. Pengendalian Dokumen (Klausul 4.2.3).
Bagaimana mengendalikan seluruh dokumen yang beredar, revisi,
distribusi, penarikan, sosialisasi dan approval. Penomoran dan
pengkodean serta kemudahan telusur.
2. Pengendalian Rekaman (Klausul 4.2.4).
Bagaimana mengendalikan catatan mutu yang beredar. Berapa lama
harus disimpan, dimana, apa yang dilakukan setelah lewat batas
waktu simpan.
3. Internal Audit (Klausul 8.2.2).
Bagaimana melaksanankan AMI, mulai perencanaan, pelaksanaan,
pelaporan.
Back
4. Pengendalian Produk Tidak Sesuai (Klausul 8.3).
Bagaimana mengidentifikasi ketidaksesuaian.
5. Tindakan Perbaikan/Koreksi (Klausul 8.5.2).
Bagaimana melaksanakan tindakan perbaikan, mulai dari identifikasi
masalah, akar masalah, solusi hingga verifikasi.
6. Tindakan Pencegahan (Klausul 8.5.3).
Bagaimana meningkatkan kinerja SMM secara terus menerus lewat
identifikasi potensi masalah dan usulan perbaikan.
Dengan memiliki minimal keenam prosedur wajib tersebut diatas,
perusahaan dapat mengendalikan efektifitas dari penerapan SMM-nya.
Rekaman/Catatan Wajib
1. Rekaman Tinjauan Manajemen (5.6.1)
2. Rekaman yang sesuai Pendidikan, Pelatihan, keterampilan, dan Pengalaman (6.2.2 e)
3. Bukti bahwa proses realisasi dan produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan (7.1 d)
4. Hasil tinjauan persyaratan yang berkaitan dengan produk dan tindakan yang timbul dari tinjauan ( 7.2.2)
5. Masukan desain dan pengembangan yang berkaitan produk (7.3.2)
6. Rekaman hasil tinjauan desain dan pengembangan dan tindakan apapun yang perlu (7.3.4)
7. Rekaman hasil verifikasi desain dan pengembangan dan tindakan apapun yang perlu (7.3.5)
8. Rekaman hasil validasi desain dan pengembangan dan tindakan apapun yang perlu (7.3.6)
9. Rekaman hasil tinjauan perubahan desain dan pengembangan dan tindakan apapun yang perlu (7.3.7)
10. Rekaman hasil evaluasi supplier dan tindakan apapun yang perlu yang muncul dari hasil evaluasi tersebut ( 7.4.1)
11. Rekaman yang dibutuhkan organisasi untuk memperagakan validasi proses jika keluaran yang dihasilkan tidak dapat diverifikasi (7.3.5)
12. Identifikasi produk yang khas apabila mampu telusur dipersyaratkan (7.5.3)
13. Rekaman jika milik pelanggan hilang, rusak, atau ditemukan tidak layak pakai (7.5.4)
14. Dasar yang digunakan untuk kalibrasi atau verifikasi peralatan pengukuran ketika standar pengukuran internasional atau nasional tidak tersedia (7.6 a)
15. Rekaman validasi hasil pengukuran sebelumnya jika peralatan ditemukan tidak memenuhi persyaratan (7.6)
16. Rekaman hasil kalibrasi dan verifikasi dari peralatan pengukuran ( 7.6)
17. Hasil internal audit dan tindakan follow up nya (8.2.2)
18. Rekaman yang menunjukan orang yang berwenang melepas produk untuk penyerahan kepada pelanggan 8.2.4
19. Rekaman ketidaksesuaian produk dan tindakan berikutnya yang diambil, termasuk konsesi yang diperloleh (8.3)
20. Hasil tindakan perbaikan (8.5.2)
21. Hasil tindakan pencegahan (8.5.3)

International Workshop Agreement (IWA)
In a related move, the ISO Council has decided to add another mechanism to ISO’s armoury for providing normative documents which will not rely on the customary technical committee structures. Essentially this will be through an open workshop mechanism whereby market players will be able to negotiate in a workshop setting the contents of particular normative documents. The results of such workshops would lead to the publication of documents designated as International Workshop Agreement (IWA). An IWA represents then a technical document developed by a workshop outside of the technical structure of ISO with administrative support from a designated member body. The publication of these documents will include an indication of the participating organizations involved in the development of an IWA.
The main benefit of the workshop mechanism is that it enables a more rapid response to requirements for standardization in areas where ISO does not have existing technical structures or experts. The IWA essentially gets a normative document into the marketplace relatively quickly with the opportunity that it will soon establish itself as a de facto standard; the option then exists of transforming it into a full International Standard at a later stage.
While due process remains a fundamental concept to all of ISO’s activities, it is hoped that these new procedures and deliverables will demonstrate ISO’s willingness to be flexible and responsive to world requirements for technical standards.
Not only should this arsenal of new deliverables help to ensure the relevance of ISO’s International Standards on all fronts by responding to current market requirements; if these new types of document help obtain wider diffusion and spread of information and knowledge on new or upcoming areas of technology, thereby strengthening links between standardization and the world of research, then they will be providing an added – ancillary – bonus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar